Cari Blog Ini

Selasa, 11 Januari 2011

Proposal ( Business Plan )

KATA PENGANTAR

Bismillahir rahmannirrahim
Puji syukur saya haturkan ke haribaan Allah SWT, karena berkat rahmat, inayah dan hidayah-Nya saya dapat menghadirkan sebuah contoh proposal mengenai ”Bussines Plan Toko Serba Unik“. Dimana dengan proposal ini, kami mengajak pembaca untuk mengetahui rencana sebuah bisnis yang dapat menghasilkan uang. Dengan mengetahui aspek yang terkandung di dalamnya , pembaca bisa memulai bisnis yang menguntungkan. Dan contoh proposal ini juga diperuntukan tugas Softskill. Demikianlah hal yang mendorong saya untuk membuat proposal ini . Semoga bermanfaat untuk kita semua.
                                                                                                                                   Penulis



BAB I
 “Bussines Plan Aspek Keuangan Permodalan”

I.                    Nama Bussines Plan “Membuka Usaha Toko Serba Unik”
II.                  Tujuan :
1.      Mengetahiu Aspek untuk sebuah Bussines Plan
2.      Mempelajari Bussines Plan
III.                PERMODALAN
1.      Penyewaan toko
2.      Fasilitas Toko :
-          Meja Kasir
-          Meja untuk barang yang di jual
-          1 Unit komputer + printer untuk mencetak harga
-          Plastik imut untuk barang yang telah dibeli
3.      Barang-barang yang di jual :
-          Sandal berbagai bentuk 5 buah ( mickey mouse , minnie mouse , piglet , winnie the pooh , dan snow white)
-          Flashdisk berbagai bentuk 10 buah ( mickey mouse , minnie mouse , winnie the pooh , kura-kura , tom and jerry , sponge bob , sendal , sepatu , dan hati )
-          Headset warna pelangi  7 buah ( merah , jingga , kuning , hijau , biru , nila , ungu )
-          Jepit rambut 12 buah
-          Gantungan Kunci/ handphone couple 21 buah
-          Sarung handphone berbagai bentuk 10 buah
-          Bando imut 10 buah
-          Mini speaker berbentuk mickey mouse 7 buah
-          Jam dinding unik 10 buah
-          Jam tangan imut 15 buah
-          Boneka 15 buah ( Detective Conan  , Sponge Bob , One peace , Popayee , Naruto  , hatty potter , Unyil , Hello kitty )
-          Boneka Barbie export 10 buah
-          Tas gaul 10 buah
-          Sepatu trendy 10 buah
IV.                Modal awal :
1.      Penyewaan Toko @1 tahun    : Rp . 10.000.000
2.      Fasilitas Toko                          : Rp.    5.000.000
3.      Barang-barang yang di jual    : Rp.    5.000.000   +
Total modal                 : Rp.  20.000.000

 
 
 
Bab II
“Bussines Plan Aspek SDM dan Organisasi”
I.                    Suber Daya Manusia
1.      Kasir    :
-          Min. Pendidikan SMA
-          Min. Usia 17 Tahun
-          Jenis Kelamin Perempuan / Laki-laki
-          Pengalaman min. di bidangnya
-          Jujur ,  Teliti , Tekun
2.      SPG      :
-          Min. Usia 16 Tahun
-          Jenis kelamin Perempuan / Laki-laki
-          Berpenampilan menarik
-          Jujur dan menarik
3.      Bagian Gudang
-          Min. Usia 16 Tahun
-          Jenis Kelamin Laki-laki
-          Jujur
 
Bab III
Bussines Plan Aspek Teknik dan Produksi

I.                    Teknik
Prosedur Penjualan
1.      Lokasi penjualan strategis , dekat dengan jalan , swalayan , dan masjid .
2.      Waktu buka dari pukul 08.00 – 21.00
3.      Pemasaran barang di promosikan melalui brosur dan internet
II.                  Produksi
1.      Harga barang mulai dari Rp 2.000 – Rp 500.000
2.      Barang yang jatuh kaarena kesalahan konsumen , di anggap membeli .
3.      Ongkos untuk pesan antar daerah setempat Rp. 3.000 , luar daerah setempat Rp. 5.000 – Rp. 10.000
 
 
 
BAB IV
Bussines Plan Aspek Pemasaran dan Kelebihan Usaha

I.                    Pemasaran
1.      Kebutuhan konsumen akan barang-barang yang di butuhkan tetapi berupa barang yang unik
2.      Keinginan untuk memberikan kennyamanan
3.      Pemasaran barang di promosikan melaui brosur dan internet
II.                  Kelebihan
1.      Tempat Strategis
2.      Barang bisa di pesan dan langsung diantar
3.      Ada brosur barang baru setiap bulannya
4.      Terupdate untuk barang- barang unik dan lucu
5.      Harga ekonomis
6.      Untuk pembukusan kado gratis
7.      Pelayanan yang ramah dan sopan
8.      Bebas dari asap rokok



BAB V
PENUTUP

Demekian contoh proposal ini saya buat , semoga bermanfaat bagi para pembaca.Kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan . Saya mohon maaf apabila ada kata-kata yang salah. Saya ucapkan terima kasih.

4.      Security
-          Min. Lulus SMA
-          Min. Usia 17 tahun
-          Jenis kelamin laki-laki
-          Jujur

II. Struktur Organisasi Toko

aspek pengawasan dalam kehidupan

Tempat pengawasan dalam kehidupan Badan konseling
Supervision occupies a central position in the life of a counselling Agency. Pengawasan menempati posisi sentral dalam kehidupan seorang Badan konseling. It is where the Agency's two responsibilities, for training students and helping clients, come together. Ini adalah tempat Badan dua tanggung jawab, untuk siswa pelatihan dan membantu klien, datang bersama-sama.
The coming together of these two responsibilities raises problems which the Agency has to learn to articulate and to work on. Kedatangan bersama kedua masalah yang menimbulkan tanggung jawab Badan harus belajar untuk mengartikulasikan dan untuk bekerja pada. These problems are open ended, and we should not necessarilv expect to solve them. Masalah-masalah ini terbuka berakhir, dan kita seharusnya tidak necessarilv berharap untuk menyelesaikannya. But working on them must be part of the ongoing corporate life of the Agency. Tapi bekerja pada mereka harus menjadi bagian dari kehidupan perusahaan yang sedang berlangsung Badan.
They can be thought of as occupying a kind of magnetic 'field' between a private and public pole in the experience of staff, students, and clients. Mereka dapat dianggap sebagai menempati semacam magnet 'lapangan' antara tiang swasta dan publik dalam pengalaman staf, mahasiswa, dan klien. The problem, or crisis, or symptom, which the client brings has a dimension which is public, objective, sharable. Masalah, atau krisis, atau gejala, yang membawa klien memiliki dimensi yang umum, objektif, sharable. It can be recognised as such, and dealt with as such. Hal ini dapat diakui sebagai tersebut, dan ditangani dengan seperti itu. But it also has a dimension which is private, subjective, which resists being shared. Tetapi juga memiliki dimensi yang bersifat pribadi, subyektif, yang menolak sedang dibagi. If counselling needs to deal with this private dimension (and not all counselling does), then something happens between the counsellor and the client which involves the privacies of the counsellor just as much as of the client. Jika konseling perlu berurusan dengan dimensi pribadi (dan tidak konseling semua tidak), kemudian sesuatu terjadi antara konselor dan klien yang melibatkan privacies dari konselor seperti halnya klien.
Supervision must be concerned with both the private and public poles of this 'field', and with the tension, the dynamic tension, between the two. Pengawasan harus diperhatikan dengan baik dan masyarakat kutub pribadi 'ini' lapangan, dan dengan ketegangan, ketegangan dinamis, antara keduanya. From the Agency's point of view, this means that it must allow the supervisor 'space', psychological space, of a special kind. Dari Badan titik pandang, ini berarti bahwa ia harus memungkinkan, psikologis 'ruang' ruang pengawas, dari jenis yang khusus.
Both client and counsellor need psychological space in which to meet and be present to each other. Baik klien dan konselor perlu ruang psikologis di mana untuk bertemu dan hadir satu sama lain. Space is also needed in which privacy can be shared, while allowing for natural and proper resistance to that sharing. Space juga dibutuhkan di mana privasi dapat dibagi, sedangkan yang memungkinkan untuk dan tepat resistensi alami untuk berbagi itu. A good supervisor generates this special kind of space. Seorang supervisor yang baik menghasilkan semacam ruang khusus. He does so, as we shall see, by attending to what is called 'the transference'. Dia melakukannya, seperti yang akan kita lihat, dengan memperhatikan apa yang disebut 'transferensi'. But if he is to do this, he must have the understanding of the Agency as a whole. Tapi jika dia untuk melakukan hal ini, ia harus memiliki pemahaman Badan secara keseluruhan.
At the WPF we have been fortunate in having this understanding. Pada WPF kita telah beruntung dalam memiliki pemahaman ini. In what follows, we try to convey something of what this implies. Dalam apa yang berikut, kita mencoba untuk menyampaikan sesuatu dari apa ini berarti.

business plan aspek keuangan & permodalan

ASPEK KEUANGAN


Keuangan merupakan salah satu fungsi bisnis yang bertujuan
untuk membuat keputusan keputusan investasi, pendanaan, dan
dividen.
Keputusan investasi ditujukan untuk menghasilkan
kebijakan yang berhubungan dengan
(a) kebijakan pengalokasian sumber dana secara optimal,
(b) kebijakan modal kerja
(c) kebijakan investasi yang berdampak pada strategi perusahaan

yang lebih luas (merger dan akuisisi) (Damodaran, 1997).
Keputusan pendanaan difokuskan untuk medapatkan
usaha optimal dalam rangka mendapatkan dana atau dana
tambahan untuk mendukung kebijakan investasi. Sumber dana
dibagi dalam 2 kategori yakni:
(a) internal yaitu dari laba ditahan (retained earnings)
(b) sumber eksternal yaitu:
1. Dalam bentuk utang yang meliputi penundaan pembayaran
utang, pinjaman jangka pendek sebagai tambahan modal
kerja, dan pinjaman jangka panjang (obligasi) sebagai
dana investasi.
2. Menerbitkan saham, baik dalam bentuk saham perdana
(Initial Public Offer/IPO) maupun saham biasa baru
sebagai sumber modal investasi dalam rangka ekspansi
perusahaan.
Masalah utama dalam mengoptimalkan keputusan
pendanaan adalah menetapkan struktur modal (utang dan ekuitas)
yang optimal sebagai asumsi dasar dalam memutuskan berapa
jumlah dana dan bagaimana komposisi jumlah dana pinjaman dan
dana sendiri yang ditambahkan untuk mendukung kebijakan
investasi sehingga kinerja keuangan perusahaan dapat tumbuh
secara sehat. Di samping itu, komposisi struktur modal harus pula
dipertimbangkan hubungan antara perusahaan, kreditur, maupun
pemegang saham sehingga tidak terjadi konflik (Saragih,
Manurung dan Manurung, 2005).
Keputusan dividen ditentukan dari jumlah keuntungan
perusahaan setelah pajak (earning after tax). Oleh karena itu
tujuan memaksimumkan keuntungan yang dibagikan kepada
pemegang saham (dividen) dengan kendala memaksimumkan
laba ditahan untuk diinvestasikan kembali sebagai sumber dana
internal, dengan kata lain semakin banyak jumlah laba ditahan
berarti semakin sedikit uang yang tersedia bagi pembayaran

business plan aspek keuangan & permodalan

Fungsi SDM dan Organisasi Bisnis

 

 roduktivitas

Tujuan fungsi sumberdaya manusia (SDM) adalah untuk meningkatkan produktivitas (achievement performance) dalam menunjang perusahaan lebih kompetitif. Dalam hubungan ini, pengukuran produktivitas hanya dibatasi secara sempit pada peran sumberdaya manusia, yang secara bisnis disebut sebagai pekerja (work force)[1]. Dengan kata lain produktivitas pada fungsi SDM tidak memperhitungkan faktor lainnya, seperti cost, quality, flexibility dan delivery.
Work force ini dibedakan ke dalam dua kelompok: pekerja produksi (blue-collar worker) dan pekerja non-produksi (white-collar professional). Dalam dunia bisnis, proporsi penggunaan dua jenis pekerja tersebut dapat berbeda. Bisnis manufaktur atau production umumnya proporsinya blue>white; sedangkan untuk jasa, seperti perbankan, pendidikan umumnya proporsinya blue<white. Sementara itu, bisnis yang semakin computerized proporsi white lebih banyak dari blue. Manager umumnya dimasukkan sebagai white-collar professional.
Desain dan Manage SDM
Fungsi SDM pada dewasa ini semakin diakui sebagai salah satu fungsi yang paling strategis. Hal ini mengingat sumberdaya pekerja terdapat di masing-masing fungsi utama: fungsi finance, fungsi operation dan fungsi marketing. Sumberdaya pekerja ini memberi pengaruh langsung pada peningkatan profit melalui peningkatan produktivitas. Oleh karenanya, peran sumberdaya pekerja kerap dijadikan sebagai cara paling strategis untuk berkompetisi dengan perusahaan lain. Namun demikian, pemilikan sumberdaya pekerja yang baik (good human resources) bukanlah perkara mudah bagi perusahan. Selain harganya mahal, sulit untuk menghasilkannnya (difficult to achieve), juga sulit untuk mempertahankannya. Disinilah tantangan terbesar di dalam pengelolaan suatu perusahaan ditambah lagi karena harus berurusan dengan manusia atau orang perorang.
Oleh karenanya, tugas pokok fungsi SDM haruslah ditujukan untuk memajukan kapasitas manusianya (to drive people). Pengelolaan SDM yang lebih sesuai pada masa ini adalah dengan pendekatan people-oriented approach daripada slavedriver approach.
Pendekatan people-oriented lebih memanusiakan pekerja dalam potensi dan harkat berdasarkan tingkat kecerdasan dan suasana perasaan mereka. Sedangkan pendekatan slavedriver, para pengusaha menganggap para pekerja tersebut hanyalah sebagai faktor produksi semata yang dapat disubstitusikan dengan mesin atau teknologi.
Untuk memenuhi hakikat dan tujuan pengelolaan SDM, mekanisme pengelolaannya haruslah dirancang (desain) sedemikian rupa dan dikelola (manage) secara optimal. Cara pengoptimalan yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan efektivitas penggunaan sumberdaya pekerja yang terbatas. Dalam hal ini upaya meningkatkan efektivitas SDM dilakukan berdasarkan cara mengorganisasi orang-orang sesuai martabat dan kemampuan masing-masing dalam posisi yang tepat yang pada gilirannya memberikan sinergi, baik pada tujuan individu (worker) maupun pada tujuan organisasi (firm).
Dengan demikian, patutlah dipahami bahwa keempat aspek pokok yang disebutkan sebelumnya (rekrutmen, job design, developement dan penilaian) secara cermat dan sistemetis serta terintegrasi. Dalam proses integrasi berbagai aspek tersebut, aspek rekrutmen dan job design haruslah diletakkan sebagai kegiatan pada tahap perancangan (design), sedangkan aspek developement dan penilaian sebagai tahap implementasi (manage). Proses pengintegrasian aspek-aspek yang pokok dan komponennya tersebut dapat dikonfigurasikan sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar-2.
Gambar-2. Siklus fungsi SDM: Desain dan manage
Pada tahap desain (rekrutmen dan job design) para pekerja dipersiapkan sedemikian rupa berdasarkan kemampuan mereka masing-masing (supply side) sesuai dengan job description untuk memenuhi tujuan perusahaan (demand side). Sedangkan pada tahap implementasi (developement dan penilaian), para pekerja didorong untuk berkembang pada sistem karir yang berlandaskan sistem konpensasi yang adil. Terhadap mereka dilakukan penilaian secara periodik untuk memastikan kemampuan mereka sesuai yang diharapkan. Jika terjadi peningkatan mereka berhak untuk promosi secara vertikal dan jika stagnan perlu dilakukan proses pemindahan secara horizontal (mutasi atau pensiun) untuk penyesuaian dan penyegaran.
Sementara itu, di dalam proses rekrutmen yang meliputi seleksi dan penempatan pada akhirnya haruslah dapat dievaluasi (penilaian) apakah perform dalam memberikan produktivitas bagi perusahaan. Sebaliknya ketika dilakukan penilaian maka kita bisa melakukan proses pemindahan terhadap mereka yang tidak produktif dan promosi bagi yang produktif. Namun jika tidak ada yang memenuhi tujuan perusahaan maka proses rekrutmen/seleksi dapat dilakukan kembali untuk mendapatkan pekerja yang lebih sesuai dalam memenuhi kebutuhan perusahaan. Ini berarti, rekrutmen (desain) dan penilaian (manage) menjadi isu yang paling strategis bagi perusahaan (firm oriented). Sedangkan aspek-aspek job design dan developement lebih ditekankan pada sisi pekerjanya (worker orientation).
Rekrutmen (seleksi dan penempatan): Proses rekrutmen bertujuan untuk mendapatkan pekerja yang dibutuhkan perusahaan. Calon pekerja diseleksi dengan metode yang sesuai seperti uji kompetensi (hard skill dan soft skill), psikotes dan simulasi. Calon pekerja yang memenuhi kriteria diajukan untuk menempati posisi dan jabatan yang tersedia.
Job design (job description dan training): Job design berkenaan dengan penyusunan tugas-tugas bagi pekerja berdasarkan 5W+1H: tugas apa yang dilakukan, bagaimana tugas dikerjakan, seberapa besar bobotnya, kapan dan dimana. Kumpulan diskripsi pekerjaaan (job description) tersebut menjadi pedoman bagi pekerja untuk bekerja. Untuk membantu pekerja perform terhadap kebutuhan yang terdapat dalam job description tersebut para pekerja mendapat pelatihan singkat atau intensif yang dapat dilakukan sekali, secara berkala atau secara kontinu. Tapi harus disadari memberikan mereka training adalah cost. Oleh karenanya tujuan rekrutmen haruslah ditujukan untuk mendapatkan kandidat pekerja yang kapabel dan kalau bisa tanpa perlu melatihnya.
Developement (karir dan reward): Para pekerja dituntut untuk mampu mengembangkan potensi dirinya dan kemampuan untuk memuaskan tujuan perusahaan. Sementara itu perusahaan mengarahkan para pekerja (sebagai aset) agar tumbuh dan berkembang secara kondusif dan produktif. Pihak perusahaan memberikan kesempatan bagi pekerja untuk meniti karir baik atas bimbingan senior maupun atas inisiatif sendiri (job enlargement, job enrichment). Pekerja yang menunjukkan produktivitas tinggi haruslah mendapatkan reward (pengakuan, peningkatan gaji dsb) dan sebaliknya dengan memberi punishment terhadap pekerja yang melanggar aturan perusahaan atau tidak sesuai dengan tujuan perusahaan.
Penilaian (pemindahan dan promosi): Para pekerja secara periodik mendapat penilaian apakah kinerja mereka sudah sesuai dengan yang diharapkan. Pekerja yang menunjukkan kinerja yang kurang memuaskan (kemampuan dan produktivitas) dapat dipindahkan (mutasi) atau diberhentikan (pecat atau pensiun). Sementara yang pekerja yang memiliki komitmen dan prestasinya meningkat pesat dapat dipromosikan untuk melakukan tugas-tugas yang memiliki tanggungjawab yang lebih besar. Jika kebutuhan perusahaan tidak terpenuhi dari pekerja, maka lowongon dapat diisi dari proses rekrutmen kembali.
Pada dasarnya organisasi bisnis adalah sebuah struktur yang dapat dibedakan ke dalam dua struktur: organisasi kerja (fungsi-fungsi) dan organisasi orang-orang yang melakukan tugasnya pada fungsi yang ada. Kedua struktur ini pada prinsipnya semacam dua sisi mata uang: sisi yang satu organisasi kerja (fungsi) dan sisi yang lain organisasi orang-orang atau pekerja. Dengan kata lain organisasi tidak akan berfungsi tanpa orang (people)
Pada perusahaan kecil, struktur organisasi pekerja sangat sederhana: ada pimpinan dan dengan anak buah. Oleh karena fungsi-fungsi belum berkembang, maka fungsi finance, fungsi operasi dan fungsi marketing ditangani langsung oleh pimpinan perusahaan dengan dibantu sejumlah karyawan. Jika fungsi-fungsi telah berkembang maka fungsi-fungsi tersebut dapat didelegasikan oleh pimpinan ke tangan satu manajer atau lebih sesuai dengan kebutuhannnya. Demikian seterusnya, bahwa perusahaan membutuhkan manajer SDM, manajer public relation, manager IT dan sebagainya. Mekanisme yang berlangsung dalam hal ini adalah proses evolusi dimana fungsi bekerkembang yang diikuti dengan pengembangan orang-orang (internal) atau mencari orang yang berkompeten dari luar (eksternal) untuk menjalankannnya.
Sebaliknya suatu perusahaan baru yang dibangun atas kebutuhan berdasarkan studi kelayakan yang komprehensif, struktur dapat langsung disiapkan sedemikian rupa sehingga memenuhi semua fungsi-fungsi yang direncanakan. Dalam hal ini, pemenuhan kebutuhan orang-orang untuk mengisi posisi dan jabatan yang ada dapat dilakukan melalui proses rekrutmen yang standar. Mekanisme yang berlangsung dalam hal ini adalah proses revolusi dimana orang-orang yang sesuai diseleksi untuk menduduki posisi dan jabatan yang tersedia.   
Dua asal usul organisasi bisnis di atas, semakin formal bentuk perusahaan maka kebutuhan legalitas semakin diperlukan. Perlunya legalitas tersebut umumnya dikaitkan dengan pemilikan modal yang menyebabkan jenis perusahaan menurut legalitasnya terdiri dari CV, Fa, PT dan koperasi. Selain jenis legalitas perusahaan tersebut memiliki hak dan kewajiban yang berbeda-beda terhadap negara, namun didalamnya sesungguhnya melekat hal yang terkait dengan sumberdaya pekerja yang dikaitkan dengan hak dan kewajiban yang diatur di dalam peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

5. Kehadiran Organisasi Pekerja
Pada masa kini, di satu sisi para pekerja tidak lagi dipandang sebagai faktor produksi semata, tetapi mereka menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kemajuan dan kesinambungan perusahaan dalam berusaha. Dengan adanya legalitas perusahaan (register) maka keleluasaan perusahaan terhadap pekerja semakin dibatasi. Perusahaan tidak lagi menjadi sebuah wujud keinginan pengusaha, tempat para pekerja untuk mendapatkan upah/salary, tetapi juga menjadi aset nasional yang dipelihara oleh pemerintah untuk mendukung pengembangan perekonomian: profit bagi pengusaha, upah bagi pekerja dan pajak bagi negara.
Disinilah peran pengusaha/perusahaan dalam  membangun morale dan mempertemukan kebutuhan para pekerja serta mensinergikan dengan tujuan pemerintah. Namun demikian, perselisihan antara pekerja dan pengusaha dapat membawa pengaruh negatif bagi semua stakeholder (termasuk share holder). Oleh karena itu, antara pekerja dan pengusaha haruslah menjadi mitra strategis bagi kedua belah pihak. Keutamaan mitra strategis ini adalah untuk menaikkan kinerja (produktivitas) lewat peran strategis para pekerja.
Bagi pemerintah sendiri, sebagai pihak yang mewakili masyarakat (eksternal) mengharapkan bahwa hubungan pengusaha-pekerja ini haruslah selalu dalam kondisi yang harmoni. Sebab, perusahaan adalah mesin ekonomi dimana peranan pengusaha sangat diharapkan memberikan nilai tambah perusahaan (profit) dan para pekerja memberikan nilai tambah individu (upah: wage atau salary). Sebab kedua sumber nilai tambah ini (secara bersama-sama dengan sewa (rent) dan pendapatan atas bunga (interest) menjadi komponen-komponen penting  bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam bernegara.
Untuk menjaga hubungan harmonis yang tidak terbantahkan di dalam dunia ekonomi tersebut berkembang konsep hubungan industrial, yaitu: untuk mengatasi permasalahan eksploitasi pengusaha terhadap pekerja. Konsep hubungan industrial ini meneyebabkan fungsi sarikat pekerja di dalam perusahan menjadi solusi, terutama dalam berbagai aspek yang terkait dengan para pekerja seperti K3, tuntutan kesejahteraan dan lainnya.
     Pekerja produksi             : Kenaikan salary; THR; UMK/UMKS
     Pekerja non-produksi       : Kenaikan salary; THR; bonus 
Namun demikian, harus disadari bahwa kehadiran sarikat pekerja haruslah dipandang sebagai mitra pengusaha di dalam bentuk kolektif. Akan tetapi perselisihan antara pekerja dan pengusaha tidak terhindarkan sehingga harus melibatkan unsur pemerintah. Tuntutan para pekerja seperti quality of work life (fisik dan psikis) sebenarnya dapat disinergikan dalam hubungan yang mutualisme antara commitment (tujuan bersama) dan trust (adil). Dalam hal ini tanggungjawab perusahaan tidak hanya semata-mata untuk mendapatkan profit tetapi juga turut membantu pekerja agar perform dan menghidari sifat simplistic dimana perusahaan tidak langsung menggati (replace) jika para worker bekerja tidak memuaskan. Jalan lain adalah dengan pendekatan komitmen terhadap perusahaan harus dibangun–jika pekerja tidak produktif mereka tidak akan menerima upah atau peningkatan salary***

aplikasi kepemimpinan dalam kehidupan

bentuk dari aplikasi kepemimpinan dalam kehidupan yang dapat kita jumpai pada kehidupan sehari hari dapat kita ambil dari beberapa contoh,misalkan pada contoh kepemimpinan kepala negara terhadap rakyatnya,seorang kepala negara memimpin keluarganya. kepemimpinan merupakan contoh dari bentuk pengaplikasian pola fikir,kepercayaan,dan tanggung jawab.dalam kehidupan nyatanya kepemimpinan memberikan dampak positif,dan nilai tambah dalam mengolah menejemen hidup secara lebih luas..



Mencari Kepemimpinan Yang Amanah di Masa Kini

Jika dulu, para sahabat Radhiyallahu ‘Anhu sangat takut untuk dipilih menjadi seorang pemimpin, maka sekarang, ada banyak orang berlomba-lomba menjadi pemimpin. Semua mengaku terbaik! Benar sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika beliau menyampaikan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah: “Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi [...]

aplikasi motivasi dalam kehidupan

Penerapan Teori Motivasi dalam Peraturan Ketenagakerjaan Keselamatan

Qiuqiu Zhang Qiuqiu Zhang

Abstract Abstrak


Labor safety regulation is the major content in social regulation and it main concerns laborer's life, health and sustainability. peraturan keselamatan kerja tersebut adalah isi utama dalam regulasi sosial dan kehidupan utama keprihatinan buruh, kesehatan dan keberlanjutan. The central government cooperates with local government and other relative monitoring organization by the way of improving labor safety standard in all walks of life, however, the frequency of production accident exposed the underlying problems during producing, that is: it appears weaken regulation vigor, put enterprise without satisfying safety standard under local government's protection even occurred collusion while implementing the thorough safety regulation & supervising issued by central government. Pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah setempat dan organisasi pemantau lainnya relatif dengan cara meningkatkan standar keamanan kerja di semua lapisan masyarakat, bagaimanapun, frekuensi kecelakaan produksi terkena masalah-masalah mendasar selama memproduksi, yaitu: muncul melemahkan semangat peraturan, menempatkan perusahaan tanpa standar keamanan yang memuaskan di bawah perlindungan pemerintah daerah bahkan terjadi kolusi saat melaksanakan peraturan keselamatan menyeluruh & supervisi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. This article will analyze from the point of Principle-Agent. Artikel ini akan menganalisis dari sudut Prinsip-Agen.

masa lalu, karyawan tidak diberi banyak pikiran, tidak lebih dari input lain ke dalam produksi barang & jasa. Worker motivation was not the main concern of the managers. Pekerja motivasi bukan perhatian utama para manajer.
Although the managers began to concentrate on motivating employees thereafter, this was not an simple task to do, as understanding the staff & motivating them needed cautious consideration. Meskipun manajer mulai berkonsentrasi pada memotivasi karyawan sesudahnya, ini bukan tugas sederhana untuk dilakukan, sebagai pemahaman staf & memotivasi mereka membutuhkan pertimbangan hati-hati. If not so ever, then the funds & time spent on motivating employees may be of no use to the organization or the worker, if the staff were motivated the wrong way.As a result, to understand the whole idea of motivation & help the managers over out the strategy, it is important to look in to the theories of motivation, which developed soon after the study of the Hawthorne Experiment. Jika tidak pernah jadi, maka dana & waktu yang dihabiskan untuk memotivasi karyawan mungkin tidak digunakan untuk organisasi atau pekerja, jika staf yang memotivasi way.As salah Akibatnya, untuk memahami seluruh ide motivasi & membantu para manajer atas keluar strategi, penting untuk melihat ke dalam teori motivasi, yang dikembangkan segera setelah studi Percobaan Hawthorne.
The motivation theories developed, because of the researches carried out by the theorists focusing understanding what motivated employees & how they were motivated. Teori motivasi dikembangkan, karena penelitian yang dilakukan oleh ahli teori berfokus memahami apa yang memotivasi karyawan & bagaimana mereka termotivasi. Hence so, let us have a closer look at three of the lovely motivational theories that explains what motivates employees, in order to understand & do the best feasible way to motivate them. Oleh karena itu begitu, mari kita lihat lebih dekat tiga dari teori motivasi indah yang menjelaskan apa yang memotivasi karyawan, dengan tujuan untuk memahami & melakukan cara layak terbaik untuk memotivasi mereka.
Maslow's Hierarchy of needs Theory Hirarki Maslow Teori kebutuhan
Maslow's hierarchy of needs theory is one of the important theories that provide an insight to understand what fundamentally motivates employees & the way it ought to be done if the staff are to be motivated. hirarki teori Maslow kebutuhan merupakan salah satu teori penting yang memberikan wawasan untuk memahami apa yang fundamental memotivasi karyawan & cara itu harus dilakukan jika staf harus termotivasi. Maslow identified four levels of needs. Maslow mengidentifikasi empat tingkat kebutuhan. They are, Mereka adalah,
Self Actualization ( level 5 – highest level) Aktualisasi diri (level 5 - tingkat tertinggi)
Esteem ( level 4 ) Esteem (Tingkat 4)
Social belonging & love needs ( level 3) Milik Sosial & membutuhkan kasih (Tingkat 3)
safety ( level 2 ) keselamatan (Tingkat 2)
Physiology ( level 1 – lowest level) Fisiologi (level 1 - level terendah)
These four levels of needs must be satisfied if the staff are to be motivated. Keempat tingkat kebutuhan harus puas jika staf harus termotivasi. In other words, it is said that motivation is thus driven by the existence of these unsatisfied needs. Dengan kata lain, dikatakan bahwa motivasi dengan demikian didorong oleh adanya kebutuhan ini tidak puas. Maslow pointed out the fact that, in order to motivate the staff, to start with the lower level of needs must be met before the next higher level of needs. Maslow menunjukkan kenyataan bahwa, untuk memotivasi staf, untuk memulai dengan tingkat kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi sebelum tingkat yang lebih tinggi berikutnya kebutuhan. What they meant by this was that only three times the lower level of needs have been satisfied the worker will be motivated to satisfy the next higher level of needs. Apa yang mereka maksudkan dengan ini adalah bahwa hanya tiga kali tingkat yang lebih rendah kebutuhan telah dipenuhi pekerja akan termotivasi untuk memenuhi tingkat kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi. For example, an is at the lowest level of the hierarchy will only be motivated by a lovely pay well to afford his basic needs than safety of his work area & stability of the job etc. As a result, the hierarchy of needs theory highlights the fact that employees do differ from each other, & in the event that they are to be motivated it is thus vital to look in to their needs first & then come up with the appropriate motivation techniques effectively. Sebagai contoh, adalah pada tingkat terendah dari hirarki hanya akan termotivasi dengan membayar indah baik untuk membeli kebutuhan dasarnya dari keselamatan area kerja nya dan stabilitas dll pekerjaan Akibatnya, hirarki teori kebutuhan menyoroti kenyataan bahwa karyawan tidak berbeda satu sama lain, dan dalam hal mereka akan termotivasi itu demikian penting untuk melihat kebutuhan mereka terlebih dahulu dan kemudian datang dengan teknik motivasi yang tepat secara efektif.
Hertzberg's One Factor Theory Hertzberg's Satu Faktor Teori
The Hertzberg's one factor theory is another vital theory that provides the managers with a clear understanding to how the staff could be motivated. satu teori Faktor Hertzberg adalah penting teori lain yang menyediakan manajer dengan pemahaman yang jelas untuk bagaimana staf bisa termotivasi. They also pointed out the fact that motivating employees are not feasible without the presence of inherent factors. Mereka juga menunjukkan fakta bahwa memotivasi karyawan tidak layak tanpa adanya faktor yang melekat.
According to Hertzberg, they fundamentally identified one separate groups of factors that had a powerful impact on motivation. Menurut Hertzberg, mereka dasarnya mengidentifikasi satu kelompok yang terpisah dari faktor-faktor yang memiliki dampak kuat pada motivasi. His first group of factors were the hygiene factors which consisted of factors such as the working conditions, quality of supervision, wage,status,safety, company policies, & administration. Kelompok pertama Nya faktor merupakan faktor kebersihan yang terdiri dari faktor-faktor seperti kondisi kerja, kualitas pengawasan, upah, status, keamanan, kebijakan perusahaan, dan administrasi. They tends to think that the hygiene factors strongly influenced feelings of dissatisfaction among the staff thus paving way to affect the job performance. Mereka cenderung berpikir bahwa faktor higiene sangat dipengaruhi perasaan ketidakpuasan di antara staf sehingga membuka jalan untuk mempengaruhi kinerja kerja. However, they also went in to point out that the presence of these factors won't fundamentally motivate the staff as such, but they are necessary to have them right in the first place, if the organization intends to motivate the factors. Namun, mereka juga masuk untuk menunjukkan bahwa kehadiran dari faktor-faktor fundamental tidak akan memotivasi staf seperti itu, tetapi mereka perlu untuk memiliki mereka tepat di tempat pertama, jika organisasi bermaksud untuk memotivasi faktor. The second group of factors identified by hertzberg were the motivating factors. Kelompok kedua faktor yang diidentifikasi oleh Hertzberg adalah faktor motivasi. These included factors such as recognition,achievement, responsibility, fascinating job, growth & advancement to higher level tasks etc. Accordingly, they went in to say that these factors do bring job satisfaction among employees which will finally lead to worker motivation. Ini termasuk faktor-faktor seperti pengakuan, prestasi, tanggung jawab, pekerjaan yang menarik, pertumbuhan & kemajuan lebih tinggi tingkat tugas dll Oleh karena itu, mereka pergi untuk mengatakan bahwa faktor-faktor tersebut membawa kepuasan kerja antara karyawan yang akhirnya akan menyebabkan motivasi pekerja.
Vroom's Expectancy theory Vroom's Harapan teori
Another theory that explained what fundamentally motivated the staff was the Expectancy theory of Victor Vroom in 1964. Teori lain yang menjelaskan apa dasarnya termotivasi staf teori Harapan Victor Vroom pada tahun 1964. Actually Vroom believed that worker work will pave the way for job performance & thus job performance will lead to rewards. Sebenarnya Vroom percaya bahwa pekerjaan pekerja akan membuka jalan bagi prestasi kerja dan prestasi kerja sehingga akan mengakibatkan penghargaan. In other words, they highlighted the fact that employees tend to think that by putting work it will lead to a lovely performance & likewise because of the lovely performance they are going to be rewarded. Dengan kata lain, mereka menyoroti fakta bahwa karyawan cenderung berpikir bahwa dengan menempatkan kerja itu akan mengakibatkan kinerja yang indah & juga karena kinerja indah mereka akan diberi imbalan. It is these rewards that motivate the staff. Inilah hasil yang memotivasi staf. If the rewards are positive & welcoming , then obviously the staff will be motivated, or else in the event that they turn out to be negative or not beautiful then the chances of employees being de-motivated are high indeed. Jika manfaat positif & ramah, maka jelas staf akan termotivasi, atau yang lain dalam hal mereka berubah menjadi negatif atau tidak cantik maka kemungkinan karyawan menjadi de-motivasi yang tinggi memang.
Adam's Equity Theory Adam Teori Ekuitas
Adam's Equity theory is a motivation theory that points out the fact that the mangers ought to seek a fair balance between the employees' inputs( work, loyalty, hard work, sacrifice, etc) & their outputs ( recognition, status, wage, status etc), in order to motivate employees( Adams, 1965). Adam Teori Ekuitas adalah teori motivasi yang menunjukkan fakta bahwa manajer harus mencari keseimbangan yang adil antara input kerja (kerja, loyalitas, kerja keras, pengorbanan, dll) & output mereka (pengakuan, status, upah, status dsb ), dalam rangka untuk memotivasi karyawan (Adams, 1965). They also said that it is vital to make the worker feel that they is treated if the managers are to accomplish positive outcomes & motivate the staff effectively. Mereka juga mengatakan bahwa sangat penting untuk membuat pekerja merasa bahwa mereka diperlakukan jika manajer untuk mencapai hasil yang positif dan memotivasi karyawan secara efektif. However, if the staff tend to feel that they have been treated unfairly intending to say that their inputs are greater than the outputs, then they are going to be de- motivated .Ans this will no doubt reduce their inputs such as work & hard work etc. Namun, jika staf cenderung merasa bahwa mereka telah diperlakukan tidak adil bermaksud untuk mengatakan bahwa masukan mereka lebih besar dari output, maka mereka akan menjadi de-motivasi. Ans ini tidak diragukan lagi akan mengurangi masukan mereka seperti bekerja & bekerja keras dll
In conclusion, the tasks of the managers to motivate the staff are indeed not that simple.This is because each & every worker has got their own needs that tend to motivate them. Kesimpulannya, tugas manajer untuk memotivasi staf yang memang bukan yang simple.This karena setiap pekerja & setiap telah mendapat kebutuhan mereka sendiri yang cenderung untuk memotivasi mereka. However, the managers need to have some kind of aknowledge that will help them to understand the staff well & think of better ways of motivating them. Namun, para manajer harus memiliki beberapa jenis aknowledge yang akan membantu mereka untuk memahami staf baik & memikirkan cara yang lebih baik dari memotivasi mereka. This is where the motivational theories come in to considertaion. Di sinilah teori motivasi datang untuk considertaion. It is these theories that provide an explanation of how to motivate them based on what motivates them. Ini adalah teori-teori yang memberikan penjelasan tentang bagaimana memotivasi mereka berdasarkan apa yang memotivasi mereka. The Hierarchy of needs theory & Hertzberg's one factor theory deals with explaining how the staff are to be motivated by way of looking in to their needs. The Hirarki kebutuhan teori & salah satu faktor teori Hertzberg berurusan dengan menjelaskan bagaimana staf harus termotivasi dengan cara mencari untuk kebutuhan mereka. On the other hand, Adams theory also helps the managers to understand that a fair balance between inputs & outputs of employees are important. Di sisi lain, teori Adams juga membantu manajer untuk memahami bahwa keseimbangan yang adil antara input & output karyawan adalah penting. The Expectancy theory shows that rewards tend to motivate the staff. Teori Harapan menunjukkan bahwa penghargaan cenderung untuk memotivasi staf. However, overall all motivation theories do state that rewarding & recognising employees are important in order to motivate employees thus acting as the foundation to motivate employees. Namun, secara keseluruhan semua teori motivasi yang menyatakan bahwa pengakuan karyawan & bermanfaat adalah penting untuk memotivasi karyawan sehingga bertindak sebagai landasan untuk memotivasi karyawan.

APLIKASI PENGORGANISASIAN DALAM KEHIDUPAN

Dalam sebuah organisasi, kita mengenal adanya konsep POAC, Plannng, Organizing, Actuating, dan Controling. Keempat aspek ini merupakan satu kesatuan langkah sehingga jika tidak terlaksana salah satu, tentu perjalanan organisasi akan timpang.
Dalam aspek planning, perencanaan partisipatif merupakan salah satu teknik khusus untuk mengembangkan organisasi dan menampilkan seseorang sebagai sosok penting dalam organisasi.
Perencanaan
Di dalam proses perancanaan kegiatan organisasi, partisipasi setiap personal dalam organsiasi sangat menentukan keberhasilan program yang dicanangkan organisasi.
Selanjutnya perencanaan yang melibatkan setiap orang dalam organsiasi kita namakan sebagai perencanaan partisipatif. Setiap aspek perencanaan disusun berdasarkan partisipasi setiap orang dalam organisasi. Dengan cara seperti ini, maka rasa tanggung jawab atas setiap program kegiatan organisasi tumbuh sebagai bagian integral diri.
Sebagai sebuah organisasi yang terdiri atas berbagai sosok dengan kemampuan masing-masing, maka sudah seharusnya untuk memberdayakan sumber daya manusia yang dimiliki. Pemberdayaan kompetensi ini sangat penting sebab organisasi adalah tanggungjawab bersama.
Untuk melibatkan secara aktif setiap orang, maka perencanaan partisipatif merupakan langkah konkritnya. Jika setiap personal terlibat dalam perencanaan program, maka setidaknya mereka ikut menentukan hal-hal yang harus dilakukan dalam organisasi.
Implementasi konsep kebersamaan
Kebersamaan merupakan salah satu teknik unggul dalam mencapai keberhasilan program kegiatan. Dengan mengedepankan aspek kebersamaan berarti kita telah memberdayakan setiap orang dalam organisasi atas tanggungjawabnya terhadap organisasi.
Penerapan perencanaan partisipatif, maka setiap orang terlibat dalam kegiatan bersama. Keterlibatan secara aktif dalam setiap kegiatan inilah yang sebenarnya merupakan tujuan dari perencanaan partisipatif ini.
Kita adalah bangsa yang memegang konsep hidup kebersamaan sehingga jika setiap personal organisasi ikut berperan dalam penyusunan rencana kerja ataupun rencana-rencana lain organisasi, maka itu merupakan implementasinya.
Sudah banyak melihat bahwa kebersamaan merupakan power positif untuk berbagai kegiatan kolektif dalam kehidupan organisasi atau masyarakat. Hal ini sangat memungkinkan sebab dengan perencanaan partisipatif yang kita terapkan, setiap orang terlibat dan itu berarti setiap orang akan mengawal perjalanan program tersebut.
Tentunya mereka mempunyai kewajiban moral untuk keberhasilan program sebab di dalam program tersebut ada gagasan mereka.
Pengakuan atas kompetensi seseorang
Kita harus mengakui bahwa setiap orang yang terlibat dalam kegiatan mempunyai kompetensi tertentu. Kompetensi ini merupakan citra diri setiap orang. Setiap orang sangat bangga terhadap kompetensi dirinya.
Jika kita seorang pemimpin, maka penerapan konsep ini harus menjadi satu program khusus untuk pengembangan organisasi. Setidaknya kita berusaha membangkitkan sikap keikutsertaan pada setiap personil.
Keterlibatan ini dapat diwujudkan dalam bentuk perencanaan partisipatif untuk setiap program yang akan dilaksanakan organisasi. Perencanaan partisipatif berarti sebuah perencanaan yang melibatkan setiap personil, khususnya yang mempunyai kemampuan sesuai kebutuhan.
Walaupun kita memberikan kesempatan secara terbuka kepada setiap orang dalam merencanakan program kegiatan organisasi, tetapi dalam hal ini bukan berarti setiap gagasan yang muncul langsung diterapkan sebagai bagian program.
Hal ini harus kita sinkronkan dengan visi dan misi yang kita usung setiap saatnya. Setidaknya dalam hal ini kita sudah memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mengutarakan gagasan yang mereka miliki.
Bagaimanapun, seharusnya setiap pimpinan organisasi harus menyadari bahwa perencanaan partisipatif merupakan langkah konkrit untuk keberhasilan program.
Keberhasilan ini disebabkan oleh sikap setiap personil dalam menjalankan program. Bagaimanapun kita harus yakin bahwa power setiap personal sangat menentukan keberhasilan sebuah program, bukan pada baik buruknya program

A. Pengantar
Studi kualitas tentang pembelajaran PKn dewasa ini menunjukkan beberapa kelemahan, baik dilihat dari proses maupun hasil belajar, antara lain dalam aspek metodologis dimana pendekatan ekspositoris sangat mendominasi seluruh proses belajar. Aktivitas guru lebih menonjol dari pada kegiatan siswa, sehingga belajar siswa terbatas pada menghapal.  Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat.Tibalah saatnya menoleh sejenak ke arah pandangan dengan sudut yang luas mengenai peran-peran utama yang akan semakin dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan. Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru. (Sumargi, 1996) menyatakan, profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000). Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di abad pengetahuan adalah guru yang benar-benar profesional yang mampu mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan. Para ahli mengatakan bahwa abad 21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu; (1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, (4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari sentralisasi ke desentralisasi, (6) dari bantuan institusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, (8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan, (9) dari utara ke selatan, dan (10) dari atau/atau ke pilihan majemuk.      Kaji petik Soepardjo (2006) menemukan adanya kecendrungan di kalangan siswa dewasa ini beranggapan bahwa PKn merupakan bidang studi/mata pelajaran yang menjemukan dan kurang menantang minat belajar, bahkan lebih dari itu dipandang sebagai mata pelajaran kelas dua, baik oleh peserta didik maupun oleh orang tua mereka. Hal ini diduga bersumber pada lemahnya proses belajar, sebagaimana ditemukan dalam kaji petik Suwarma (1991), bahwa pembelajaran PKn belum mampu membangkitkan budaya belajar pada peserta didik. Budaya belajar dalam konteks ini diartikan bahwa belajar PKn bukan hanya menyangkut “what to learn” melainkan “how to learn”. Dengan kata lain belajar PKn seyogyanya dipandang dari aspek instrumentalnya, yaitu “learning to learn”. Analisis faktor eksternal yang berpengaruh terhadap mutu proses dan hasil pembelajaran PKn menemukan bahwa peserta didik, orang tua, bahkan para pengambil keputusan dalam bidang pendidikan cenderung beranggapan bahwa PKn kurang memiliki nilai manfaat dibandingkan dengan bidang studi lainnya seperti matematikan dan IPA.     Dampak persepsi negatif tersebut mengakibatkan kualitas masukan bagi program ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan program studi lain, padahal secara intrinsik materi pelajarannya memerlukan kemampuan intelektual dan motivasi yang tinggi. Sementara itu, perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini dipandang membawa kecendrungan pembinaan sumber daya manusia yang lebih mengutamakan sain, sehingga komposisi kurikulum harus memuat lebih banyak sain daripada ilmu sosial (PKn) dan humaniora. Pemaknaan seperti ini nampaknya kurang objektif, sebab keberhasilan pembangunan tidak hanya ditentukan oleh sain dan teknologi, melainkan juga oleh ilmu sosial dan humaniora.      Martorella (1988), menyatakan bahwa lemahnya basis ilmu sosial dan humaniora pada tingkat pendidikan dasar dan menengah antara lain disebabkan karena ilmu-ilmu alam dan teknologi dipandang “seolah-olah” secara kongkrit mampu menjawab tantangan untuk menjadikan suatu bangsa modern di tengah-tengah realitas masyarakat yang terbelakang. Peranan ilmu alam dan teknologi dianggap sangat ampuh untuk membebaskan diri dari keterbelakangan tersebut. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa ilmu sosial hampir selalu dikritik karena tidak mampu memberikan jawaban yang eksak atas berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Lebih dari itu, ilmu sosial dianggap hanya bisa melancarkan kritik tanpa bisa memberikan jawaban atau menawarkan suatu alternatif sebagai solusi akhir dari sebuah masalah.  Masalah utama dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ialah penggunaan metode atau model pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran secara tepat, yang memenuhi muatan tatanan nilai, agar dapat diinternalisasikan pada diri siswa serta mengimplementasikan hakekat pendidikan nilai dalam kehidupan sehari-hari-belum memenuhi harapan seperti yang diinginkan. Hal ini berkaitan dengan kritik masyarakat terhadap materi pelajaran PKn yang tidak bermuatan nilai-nilai praktis tetapi hanya bersifat politis atau alat indoktrinasi untuk kepentingan kekuasaan pemerintah. Metode pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) terkesan sangat kaku, kurang fleksibel, kurang demokratis, dan guru cenderung lebih dominan one way method.  Guru PKn mengajar lebih banyak mengejar target yang berorientasi pada nilai ujian akhir, di samping masih menggunakan model konvensional yang monoton, aktivitas guru lebih dominan daripada siswa, akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap, dan tindakan; sehingga mata pelajaran PKn tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga negara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang jenuh dan membosankan. Untuk menghadapi kritik masyarakat tersebut di atas, ada suatu model pembelajaran yang efektif dan efisien sebagai alternatif, yaitu model pembelajaran berbasis portofolio (porfolio based learning), yang diharapkan mampu melibatkan siswa dalam keseluruhan proses pembelajaran dan dapat melibatkan seluruh aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa, serta secara fisik dan mental melibatkan semua pihak dalam pembelajaran sehingga siswa memiliki suatu kebebasan berpikir, berpendapat, aktif dan kreatif.      Subianto (2000) berpendapat bahwa, di kalangan peserta didik telah terjadi semacam “idiologisasi” bahwa melanjutkan studi ke bidang ilmu-ilmu sosial (PKn) kurang bergengsi, inferior, dan kurang menjanjikan masa depan yang cerah. Akibatnya bidang studi ilmu-ilmu sosial merupakan keranjang penampungan mereka yang gagal di bidang ilmu-ilmu alam dan teknologi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembelajaran PKn perlu mendapatkan perhatian secara akademik, sebab kondisi ini akan semakin terstruktur dalam kondisi sosial kemasyarakatan. Berangkat dari seperangkat masalah di atas, maka tulisan ini akan mengetengahkan sebuah model pembelajaran yang “dipandang sebagai alternatif” dalam memberdayakan PKn sebagai sebuah subject matter dalam konstalasi kurikulum nasional.  Masalah utama dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ialah penggunaan metode atau model pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran secara tepat, yang memenuhi muatan tatanan nilai, agar dapat diinternalisasikan pada diri siswa serta mengimplementasikan hakekat pendidikan nilai dalam kehidupan sehari-hari-belum memenuhi harapan seperti yang diinginkan. Hal ini berkaitan dengan kritik masyarakat terhadap materi pelajaran PKn yang tidak bermuatan nilai-nilai praktis tetapi hanya bersifat politis atau alat indoktrinasi untuk kepentingan kekuasaan pemerintah. Metode pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) terkesan sangat kaku, kurang fleksibel, kurang demokratis, dan guru cenderung lebih dominan one way method.  Guru PKn mengajar lebih banyak mengejar target yang berorientasi pada nilai ujian akhir, di samping masih menggunakan model konvensional yang monoton, aktivitas guru lebih dominan daripada siswa, akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap, dan tindakan; sehingga mata pelajaran PKn tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga negara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang jenuh dan membosankan.  Untuk menghadapi kritik masyarakat tersebut di atas, dan seiring dengan perubahan paradigma pengelolaan kurikulum sekolah, yaitu dari KBK ke KTSP, maka sajian singkat ini dimaksudkan untuk menstimuli para guru agar mampu mengembangkan dan mengorganisir materi PKn dan membelajarkannya dengan model-model yang inovatif, sehingga kualitas proses dan produk pembelajaran PKn dapat ditingkatkan. Pada bagian selanjutnya, akan diurai secara garis besar tentang ruang lingkup, tujuan, candraan materi, dan model-model pembelajaran PKn inovatif.  B. Sekilas Tentang Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis, negara Indonesia telah diciptakan sebagai Negara Kesatuan dengan bentuk Republik. Dalam perkembangannya sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sampai dengan penghujung abad ke-20, rakyat Indonesia telah mengalami berbagai peristiwa yang mengancam keutuhan negara. Untuk itu diperlukan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat serta konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.  Konstitusi Negara Republik Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus.  Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan otoriter yang memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi non-pemerintahan perlu dikenal, dipahami, diinternalisasi, dan diterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Selain itu, perlu pula ditanamkan kesadaran  bela negara, penghargaan terhadap hak azasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, dan (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut.      Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara,  Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan      Norma, hukum dan peraturan, meliputi:  Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum  dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional      Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak,  Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM        Kebutuhan  warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri , Persamaan kedudukan warga negara      Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama,  Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di  Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi      Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat,  Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi      Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka      Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional,  dan Mengevaluasi globalisasi.     Secara transaksional, sebaran standar kompetensi (SK) dan Kompetensi asar (KD) pembelajaran PKn sekolah dasar, khususnya untuk kelas 4, 5, dan 6 yang tertera pada dokumen pendidikan yang dikeluarkan oleh Jakarta dapat dijabarkan sebagai berikut: Kelas IV, Semester 1
Stándar  Kompetensi
Kompetensi Dasar
1.    Memahami sistem pemerintahan desa  dan pemerintah  kecamatan
1.1  Mengenal lembaga-lembaga dalam susunan pemerintahan desa dan pemerintah kecamatan
1.2  Menggambarkan struktur organisasi desa dan pemerintah kecamatan
2. Memahami sistem pemerintahan kabupaten, kota, dan provinsi
2.1  Mengenal lembaga-lembaga dalam susunan pemerintahan kabupaten, kota, dan provinsi
2.2 Menggambarkan struktur organisasi kabupaten, kota, dan provinsi
Kelas IV, Semester 2
Stándar  Kompetensi
Kompetensi Dasar
3.  Mengenal sistem pemerintahan tingkat pusat
3.1  Mengenal lembaga-lembaga negara dalam susunan pemerintahan tingkat pusat, seperti  MPR, DPR, Presiden, MA, MK dan BPK dll.
3.2 Menyebutkan organisasi pemerintahan tingkat pusat, seperti Presiden, Wakil Presiden dan para Menteri
4. Menunjukkan sikap terhadap globalisasi di lingkungannya
4.1  Memberikan contoh sederhana pengaruh globalisasi di lingkungannya
4.2  Mengidentifikasi jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional
4.3  Menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi yang terjadi di lingkungannya
Kelas V, Semester 1
Stándar  Kompetensi
Kompetensi Dasar
1. Memahami pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
1.1  Mendeskripsikan Negara Kesatuan Republik Indonesia
1.2  Menjelaskan pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
1.3   Menunjukkan contoh-contoh perilaku dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
2.  Memahami peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan  daerah
2.1  Menjelaskan pengertian dan pentingnya peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah
2.2  Memberikan contoh peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah, seperti  pajak, anti korupsi, lalu lintas, larangan merokok
Kelas V, Semester 2 Stándar  Kompetensi    Kompetensi Dasar 3. Memahami kebebasan berorganisasi    3.1 Mendeskripsikan pengertian organisasi 3.2 Menyebutkan contoh organisasi di lingkungan sekolah dan masyarakat 3.3 Menampilkan peran serta dalam memilih organisasi di sekolah 4.  Menghargai keputusan bersama                                  4.1 Mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama  4.2 Mematuhi keputusan bersama  Kelas VI, Semester 1 Stándar  Kompetensi    Kompetensi Dasar 1.  Menghargai nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara    1.1 Mendeskripsikan nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara 1.2 Menceritakan secara singkat nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara 1.3 Meneladani nilai-nilai juang para tokoh yang berperan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara dalam kehidupan sehari-hari 2. Memahami sistem pemerintahan Republik Indonesia           2.1 Menjelaskan proses Pemilu dan Pilkada 2.2 Mendeskripsikan lembaga-lembaga negara sesuai UUD 1945 hasil amandemen 2.3   Mendeskripsikan tugas dan fungsi pemerintahan pusat dan daerah Kelas VI, Semester 2 Stándar  Kompetensi    Kompetensi Dasar 3.  Memahami peran Indonesia dalam lingkungan negara-negara di Asia Tenggara    3.1 Menjelaskan pengertian kerjasama negara-negara Asia Tenggara 3.2 Memberikan contoh peran Indonesia dalam lingkungan negara-negara di Asia Tenggara  4.  Memahami peranan politik luar negeri Indonesia dalam era globalisasi    4.1  Menjelaskan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif 4.2  Memberikan contoh peranan politik luar negeri Indonesia dalam percaturan internasional    C. Prinsip Pengembangan Materi (Pendidikan Politik dan Hukum dalam PKN)     Untuk mengembangkan materi terkait dengan candraan standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagaimana yang diuraikan di atas, maka ada beberapa pokok materi yang dipandang layak untuk dikedepankan dalam kaitannya dengan pendidikan politik dan hukum dalam pembelajaran PKn, yaitu: Kompetensi Dasar (KD)    Pokok-pokok Pengembangan Materi 4.1  Mengenal lembaga-lembaga dalam susunan pemerintahan desa dan pemerintah kecamatan 4.1  Menggambarkan struktur organisasi desa dan pemerintah kecamatan         Pemerintahan desa/kelurahan      Komponen/unsur pemerintahan desa      Lembaga/organisasi pemerintahan desa      Struktur organisasi pemerintahan desa      Hubungan kerja antar unsur pemerintahan desa      Fungsi dan Tugas lembaga pemerintahan desa 4.2  Mengenal lembaga-lembaga dalam susunan pemerintahan kabupaten, kota, dan provinsi 4.2 Menggambarkan struktur organisasi kabupaten, kota, dan provinsi         Pemerintahan kabupaten/kota/provinsi      Komponen/unsur pemerintahan kabupaten/kota/ provinsi      Lembaga/organisasi pemerintahan kabupaten/kota/ provinsi      Struktur organisasi pemerintahan kabupaten/kota/ provinsi      Hubungan kerja antar unsur pemerintahan kabupaten/kota/provinsi      Fungsi dan Tugas lembaga pemerintahan kabupaten/ kota/provinsi 5.1  Memberikan contoh sederhana pengaruh globalisasi di lingkungannya 5.1  Mengidentifikasi jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional 5.1  Menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi yang terjadi di lingkungannya     5.2  Menjelaskan pengertian dan pentingnya peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah  5.2  Memberikan contoh peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah, seperti  pajak, anti korupsi, lalu lintas, larangan merokok          Hirarkhi peraturan perundangan-undangan negara      Bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan      Daya ikat (fungsi) setiap peraturan perundang-undangan      Contoh peraturan perundangan di daerah dan pusat      Kewenangan membuat peraturan perundang-undangan      Bentuk-bentuk pengambilan keputusan      Sikap dan perilaku politik dalam bernegara      Contoh-contoh kepatuhan terhadap keputusan bersama 5.2 Mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama  5.2 Mematuhi keputusan bersama      6.1 Menjelaskan proses Pemilu dan Pilkada 6.1 Mendeskripsikan lembaga-lembaga negara sesuai UUD 1945 hasil amandemen 6.1  Mendeskripsikan tugas dan fungsi pemerintahan pusat dan daerah         Otonomi daerah      Otonomi politik      Pilkada Langsung      Pemilu      Lembaga tertinggi dan tinggi negara      Tugas-dan fungsi lembaga tertinggi dan tinggi negara      Kewenangan tugas dan fungsi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.      Bidang-bidang kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah 6.2  Menjelaskan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif 6.2  Memberikan contoh peranan politik luar negeri Indonesia dalam percaturan internasional         Pengertian dan makna politik bebas aktif      Rasional pentingnya politik luar negeri yang bebas dan aktif.      Pergaulan internasional (Globalisasi).      Peranan politik luar negeri yang bebas aktif bagi kepentingan negara dan masyarakat.      Contoh-contoh manfaat politik luar negeri yang bebas dan aktif.   D. Dasar Pemikiran Model Pembelajaran Portofolio dalam PKn  Menurut ERIC Digest (2000), “Portfolios are used in various professions together typical..; art students assamble a portfolio for an art class..”. Portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa sebagai hasil belajarnya. Portofolio, selain sangat bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kemampuan dan pemahaman siswa serta memberikan gambaran mengenai sikap dan minat siswa terhadap pelajaran yang diberikan, juga dapat menunjukkan pencapaian atau peningkatan yang diperoleh siswa dari proses pembelajaran (Stiggins, 1994 : 20). Melalui model pembelajaran portofolio, selain diupayakan dapat membangkitkan minat belajar siswa secara aktif, kreatif, juga dapat mengembangkan pemahaman nilai-nilai kemampuan berpartisipasi secara efektif, serta diiringi suatu sikap tanggung jawab.  Adapun alasan penggunaan model pembelajaran portofolio, yang mendasari kegiatan serta proses pembelajaran PKn mengacu pada pendekatan sistem : (1) CTL, ‘Contextual Teaching Learning’, dan (2) ‘Model Kegiatan Sosial dan PKn’.  (1) CTL adalah suatu bentuk pembelajaran yang memiliki karakteristik berikut :       keadaan yang mempengaruhi langsung kehidupan siswa dan pembelajarannya;  dengan menggunakan waktu/kekinian, yaitu masa yang lalu, sekarang, dan yang akan datang;       lawan dari textbook centered;       lingkungan budaya, sosial, pribadi, ekonomi, dan politik;       belajar tidak hanya menggunakan ruang kelas, bisa dilakukan di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara;       mengaitkan isi pelajaran dengan dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka;      membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lain.  Model CTL disebut juga REACT, yaitu Relating (belajar dalam kehidupan nyata), Experiencing (belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan dan penciptaan), Applying (belajar dengan menyajikan pengetahuan untuk kegunaannya), Cooperating (belajar dalam konteks interaksi kelompok), dan Transfering (belajar dengan menggunakan penerapan dalam konteks baru/konteks lain)  (2) Model Kegiatan Sosial dan PKn  Model yang dipelopori oleh Fred Newman ini mencoba mengajarkan pada siswa bagaimana mempengaruhi kebijakan umum, dengan demikian pendekatan tersebut mencoba memperbaiki kehidupan siswa dalam masyarakat atau negara, dengan mencoba mengembangkan kompetensi lingkungan yang merupakan kemampuan siswa untuk mempengaruhi lingkungan, dan memberikan dampak pada keputusan-keputusan kebijakan, memiliki tingkat kompetensi dan komitmen sebagai pelaksana yang bermoral. Model ini mendorong partisipasi aktif siswa dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial dalam masyarakat.  Kedua model di atas, yang menjadi dasar acuan pendekatan sistem pada model pembelajaran portofolio membina siswa dalam rangka pemerolehan kompetensi lingkungan dan membekali siswa dengan life skill : civic skill, civic life, serta dapat mengembangkan dan membekali siswa bagaimana belajar ber-PKn-dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektifitas dalam berpartisipasi, juga untuk membina suatu tatanan nilai terutama nilai kepemimpinan pada diri siswa, agar siswa dapat mempertanggungjawabkanb ucapan, sikap, perbuatan pada dirinya sendiri, kemudian pada masyarakat, bangsa, dan negara.  Implementasi model pembelajaran portofolio akan menjadikan PBM PKn yang sangat menyenangkan bagi siswa, bila pembelajaran tersebut beserta komponennya memiliki kegunamanfaatan bagi siswa dan kehidupannya.   E. Kelemahan, Peluang, dan Ancaman Model Portofolio Selain hal-hal positif, keunggulan, dan kelebihan model portofolio di atas, kita pun harus mencermati beberapa kelemahan, peluang, dan ancaman yang terdapat di dalam proses pembelajaran PKn in action, seperti dipaparkan di bawah ini. 1. Kelemahan Model Pembelajaran Portofolio :       Diperlukan waktu yang cukup banyak, bahkan diperlukan waktu di luar jam pembelajaran di sekolah, sehingga untuk menuntaskan satu studi kasus atau suatu kebijakan publik diperlukan lebih dari 20 jam pelajaran seperti yang telah ditentukan dalam jadwal;       Kurangnya pengetahuan/daya nalar guru yang bersangkutan      Belum diberikannya hak otonomi mengajar sebagai pengembang kurikulum praktis di kelas;       Diperlukan tenaga dan biaya yang cukup besar;       Kurangnya jalinan komunikasi antara pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat khususnya para birokrat/instansi yang dikunjungi oleh para siswa untuk dimintai keterangannya; dan       Belum terbiasanya pembiasaan jalinan kerjasama kelompok tim para siswa, dengan kesadaran, karena jika ide atau gagasan terlalu banyak dan tidak dapat dipertemukan, masalah akan sulit dipecahkan.  2. Peluang Model Pembelajaran Portofolio :       Dalam kurikulum baru, diharapkan topik materi pembelajaran tidak terlalu banyak, namun dimuat satu sampai 2 topik atau materi pelajaran per semester, sehingga model pembelajaran portofolio dapat dilaksanakan tanpa kekurangan waktu atau menyalahi apa yang telah digariskan dalam kurikulum. Model ini dapat dilakukan satu tahun satu kali;       Hak otonomi mengajar pada guru dalam mengembangkan kemampuan, kemauan, daya nalar, serta fungsi perannya sebagai fasilitator, mediator, motivator,. Dan rekonstruktor pembelajaran di dalam kelas;       Tukar pendapat, informasi, pengetahuan untuk meningkatkan daya nalar dan pengetahuan dengan rekan guru pada MGMP PKn setempat;       Kerjasama/kolaborasi antara Kepala Sekolah dan pihak Dewan Sekolah/Komite Sekolah untuk menangani masalah pendanaan;       Kerjasama/kolaborasi antara pihak sekolah dengan pemerintah setempat;       Siswa dapat mengunjungi instansi/lembaga pemerintah yang terkait untuk mencari atau memperoleh informasi yang dibutuhkan.  3. Ancaman Model Pembelajaran Portofolio :       Belum diberikannya hak otonomi mengajar, sehinga guru masih terikat pada keharusan sebagai pelaksanan kurikulum, sedangkan guru harus dapat menjadi pengembang kurikulum praktis di dalam kelas;       Kurang kesadaran guru dalam mengembangkan kemampuan dan kemauan dalam melaksanakan fungsi perannya;       Tidak ada dukungan moril serta bantuan dana dari pihak sekolah;       Kurangnya kerjasama antara para guru, Kepala Sekolah, Dewan Sekolah, Orang Tua Siswa, dan instansi/lembaga pemerintah serta masyarakat setempat   F. Guru dan Strategi Pengembangan Pembelajaran Bermakna Menurut Prof. Suyanto, Ph.D., Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, “Guru harus diajak berubah dengan dilatih terus- menerus dalam pembuatan satuan pelajaran, metode pembelajarannya yang berbasis Inquiry, Discovery, Contekstual Teaching and Learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya, dan perubahan filosofinya, dan sebagainya.” Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok. Dengan demikian, guru dituntut untuk menggunakan strategi pembelajaran kontekstual dan memberikan kegiatan yang bervariasi, sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa, mengaktifkan siswa dan guru, mendorong berkembangnya kemampuan baru, menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, responsif, serta rumah dan lingkungan masyarakat. Pada akhirnya siswa memiliki motivasi tinggi untuk belajar. Namun dalam keseharian, guru masih terjebak pada filosofi dan pendekatan lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang digunakan oleh para guru di lapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya. Kendala utama yang dialami guru adalah ketidakpahaman mengenai apa dan bagaimana melakukan evaluasi dengan portofolio. Karena ketidakpahaman ini mereka kembali kepada pola assessment lama dengan tes-tes dan ulangan-ulangan yang cognitive-based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses peningkatan kegiatan belajar mengajarnya. Ada beberapa strategi pengajaran yang perlu dikembangkan guru secara kontekstual antara lain, Pertama, pembelajaran berbasis masalah; Sebelum memulai proses belajar-mengajar di kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu dan siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Di sini guru merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada serta mengarahkan siswa bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka. Kedua, memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar; guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa misalnya, di sekolah, keluarga, dan lingkungan masyarakatnya serta penugasan siswa untuk belajar di luar kelas. Ketiga, memberikan aktivitas kelompok; Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima, maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan. Keempat, membuat aktivitas belajar mandiri; Peserta didik diarahkan untuk mencari, menganalisis dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning). Kelima, membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat; sekolah dapat melakukan kerja sama dengan institusi pemerintah/swasta dan orang tua siswa yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung di mana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Keenam, menerapkan penilaian autentik; Dalam pembejalaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002:165), penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar-mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru adalah portofolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis. Sebagai penjabarannya antara lain, portofolio; merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan siswa dalam konteks belajar di kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untuk mengerjakan tugas tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh kebebasan dalam belajar sekaligus memberikan kesempatan luas untuk berkembang serta memotivasi siswa. Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan melihat pada proses siswa sebagai pembejalaran aktif. Sebagai contoh, siswa diminta untuk melakukan survei mengenai jenis-jenis pekerjaan di lingkungan rumahnya. Tugas kelompok; dalam pembelajaran kontekstual berbentuk pengerjaan projek. Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil mengakomodasi perbedaan gaya belajar, minat, serta bakat dari masing-masing siswa. Is dari projek akademik terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh karena itu tugas ini dapat meningkatkan partisipasi siswa. Sebagai contoh, siswa diminta membentuk kelompok projek untuk menyelidiki penyebab pencemaran sungai di lingkungan siswa. Demonstrasi, siswa diminta menampilkan hasil penugasan kepada orang lain mengenai kompetensi yang telah mereka kuasai. Para penonton dapat memberikan evaluasi pertunjukkan siswa.